Search This Blog

Teori Dasar Pemancar

Loncat ke form komentar

Tulisan yang berhubungan dengan Teori Dasar Pemancar ...

Di antara keuntungan FM adalah bebas dari pengaruh gangguan udara, bandwidth (lebar pita) yang lebih besar, dan fidelitas yang tinggi. Jika dibandingkan dengan sistem AM, maka FM memiliki beberapa keunggulan, diantaranya :

Lebih tahan noise

Frekuensi yang dialokasikan untuk siaran FM berada diantara 88 – 108 MHz, dimana pada wilayah frekuensi ini secara relatif bebas dari gangguan baik atmosfir maupun interferensi yang tidak diharapkan. Jangkauan dari sistem modulasi ini tidak sejauh, jika dibandingkan pada sistem modulasi AM dimana panjang gelombangnya lebih panjang. Sehingga noise yang diakibatkan oleh penurunan daya hampir tidak berpengaruh karena dipancarkan secara LOS (Line Of Sight).

Bandwith yang Lebih Lebar

Saluran siar FM standar menduduki lebih dari sepuluh kali lebar bandwidth (lebar pita) saluran siar AM. Hal ini disebabkan oleh struktur sideband nonlinear yang lebih kompleks dengan adanya efek-efek (deviasi) sehingga memerlukan bandwidth yang lebih lebar dibanding distribusi linear yang sederhana dari sideband-sideband dalam sistem AM. Band siar FM terletak pada bagian VHF (Very High Frequency) dari spektrum frekuensi di mana tersedia bandwidth yang lebih lebar daripada gelombang dengan panjang medium (MW) pada band siar AM.

Fidelitas Tinggi

Respon yang seragam terhadap frekuensi audio (paling tidak pada interval 50 Hz sampai 15 KHz), distorsi (harmonik dan intermodulasi) dengan amplitudo sangat rendah, tingkat noise yang sangat rendah, dan respon transien yang bagus sangat diperlukan untuk kinerja Hi-Fi yang baik. Pemakaian saluran FM memberikan respon yang cukup untuk frekuensi audio dan menyediakan hubungan radio dengan noise rendah. Karakteristik yang lain hanyalah ditentukan oleh masalah rancangan perangkatnya saja.

Transmisi Stereo

Alokasi saluran yang lebar dan kemampuan FM untuk menyatukan dengan harmonis beberapa saluran audio pada satu gelombang pembawa, memungkinkan pengembangan sistem penyiaran stereo yang praktis. Ini merupakan sebuah cara bagi industri penyiaran untuk memberikan kualitas reproduksi sebaik atau bahkan lebih baik daripada yang tersedia pada rekaman atau pita stereo. Munculnya compact disc dan perangkat audio digital lainnya akan terus mendorong kalangan industri peralatan dan teknisi siaran lebih jauh untuk memperbaiki kinerja rantai siaran FM secara keseluruhan.

Hak komunikasi Tambahan

Bandwidth yang lebar pada saluran siar FM juga memungkinkan untuk memuat dua saluran data atau audio tambahan, sering disebut Subsidiary Communication Authorization (SCA), bersama dengan transmisi stereo. Saluran SCA menyediakan sumber penerimaan yang penting bagi kebanyakan stasiun radio dan sekaligus sebagai media penyediaan jasa digital dan audio yang berguna untuk khalayak.

Teori Modulasi Frekuensi (FM)

Baik FM (Frekuensi Modulation) maupun PM (Phase Modulation) merupakan kasus khusus dari modulasi sudut (angular modulation). Dalam sistem modulasi sudut frekuensi dan fasa dari gelombang pembawa berubah terhadap waktu menurut fungsi dari sinyal yang dimodulasikan (ditumpangkan). Misal persamaan gelombang pembawa dirumuskan sebagai berikut :

Uc = Ac sin (wc + qc)

Dalam modulasi amplitudo (AM) maka nilai 'Ac' akan berubah-ubah menurut fungsi dari sinyal yang ditumpangkan. Sedangkan dalam modulasi sudut yang diubah-ubah adalah salah satu dari komponen 'wc + qc'. Jika yang diubah-ubah adalah komponen 'wc' maka disebut Frekuensi Modulation (FM), dan jika komponen 'qc' yang diubah-ubah maka disebut Phase Modulation (PM).

Jadi dalam sistem FM, sinyal modulasi (yang ditumpangkan) akan menyebabkan frekuensi dari gelombang pembawa berubah-ubah sesuai perubahan frekuensi dari sinyal modulasi. Sedangkan pada PM perubahan dari sinyal modulasi akan merubah fasa dari gelombang pembawa. Hubungan antara perubahan frekuensi dari gelombang pembawa, perubahan fasa dari gelombang pembawa, dan frekuensi sinyal modulasi dinyatakan sebagai indeks modulasi (m) dimana :

m = Perubahan frekuensi (peak to peak Hz) / frekuensi modulasi (Hz)

Dalam siaran FM, gelombang pembawa harus memiliki perubahan frekuensi yang sesuai dengan amplituda dari sinyal modulasi, tetapi bebas frekuensi sinyal modulasi yang diatur oleh frekuensi modulator.

Pre-Emphasis

Pre-emphasis dipakai dalam pesawat pemancar untuk mencegah pengaruh kecacatan pada sinyal terima. Karena iru komponen pre-emphasis ditempatkan pada awal sebelum sinyal itu sempat masuk pada modulator. Pengaruh kecacatan itu berasal dari differential gain (DG-penguatan yang berbeda) dan differential phase (DP-fasa yang berbeda). Pre-emphasis akan menekan amplitudo dari frekuensi sinyal FM yang lebih rendah pada input.

Dengan penggunaan alat ini ketidaklinearan (cacat) akibat sifat DG dan DP dalam transmisi dapat dikurangi. Nantinya di ujung terima pada demodulator dipasang komponen de-emphasis yang mempunyai fungsi kebalikan dari pre-emphasis.

Pemancar FM

Tujuan dari pemancar FM adalah untuk merubah satu atau lebih sinyal input yang berupa frekuensi audio (AF) menjadi gelombang termodulasi dalam sinyal RF (Radio Frekuensi) yang dimaksudkan sebagai output daya yang kemudian diumpankan ke sistem antena untuk dipancarkan. Dalam bentuk sederhana dapat dipisahkan atas modulator FM dan sebuah power amplifier RF dalam satu unit. Sebenarnya pemancar FM terdiri atas rangkaian blok subsistem yang memiliki fungsi tersendiri, yaitu:

  1. FM exciter merubah sinyal audio menjadi frekuensi RF yang sudah termodulasi
  2. Intermediate Power Amplifier (IPA) dibutuhkan pada beberapa pemancar untuk meningkatkan tingkat daya RF agar mampu menghandle final stage
  3. Power Amplifier di tingkat akhir menaikkan power dari sinyal sesuai yang dibutuhkan oleh sistem antena
  4. Catu daya (power supply) merubah input power dari sumber AC menjadi tegangan dan arus DC atau AC yang dibutuhkan oleh tiap subsistem
  5. Transmitter Control System memonitor, melindungi dan memberikan perintah bagi tiap subsistem sehingga mereka dapat bekerja sama dan memberikan hasil yang diinginkan
  6. RF lowpass filter membatasi frekuensi yang tidak diingikan dari output pemancar
  7. Directional coupler yang mengindikasikan bahwa daya sedang dikirimkan atau diterima dari sistem antena

FM Exciter

Jantung dari pemancar siaran FM terletak pada exciter-nya. Fungsi dari exciter adalah untuk membangkitkan dan memodulasikan gelombang pembawa dengan satu atau lebih input (mono, stereo, SCA) sesuai dengan standar FCC. Gelombang pembawa yang telah dimodulasi kemudian diperkuat oleh wideband amplifier ke level yang dibutuhkan oleh tingkat berikutnya.

Direct FM merupakan teknik modulasi dimana frekuensi dari oscilator dapat diubah sesuai dengan tegangan yang digunakan. Seperti halnya oscilator, disebut voltage tuned oscilator (VTO) dimungkinkan oleh perkembangan dioda tuning varaktor yang dapat merubah kapasitansi menurut perubahan tegangan bias reverse (disebut juga voltage controlled oscillator atau VCO).

Kestabilan frekuensi dari oscillitor direct FM tidak cukup bagus, untuk itu dibutuhkan automotic frekuensi control system (AFC) yang menggunakan sebuah kristal oscillator stabil sebagai frekuensi referensi. Komponen AFC berperan sebagai pengatur frekuensi yang dibangkitkan oscillator lokal untuk dicatukan ke mixer, sehingga frekuensi oscillator menjadi stabil.

Penguat Mikropon dengan Kompresor Tingkat Nada Dinamik

Pada rancangan ini transistor BC547C berlaku sebagai penguat awal sebesar 20 dB untuk sinyal dari mikropon. Tegangan kolektornya mengeset level tegangan DC untuk input op-amp sebesar kurang lebih setengah dari tegangan catu.

Output sinyal audio dari op-amp disearahkan oleh diode D1 dan D2 yang mencatu kapasitor C1 dan C2 berturut-turut positif dan negatif. Beda tegangan antara C1 dan C2 menimbulkan pembuangan muatan yang melewati R3, D3, D4, dan R4. Kapasitor C3 dan C4 mempunyai fungsi ganda yaitu mengurangi riak-riak AC dari arus melalui D3 dan D4 dan menyediakan pembumian (ground) untuk pembagi tegangan yang terdiri atas R5 dan impedansi dari dioda D3 dan D4 ( paralel ). Impedansi pada kedua dioda tersebut bergantung pada besarnya pembuangan muatan oleh kapasitor C1 dan C2 yang melewati kedua dioda ini. Semakin besar arus pada rangkaian dioda, semakin kecil impedansinya, dan berati semakin kecil pula tegangan input untuk op-amp pada pin noninverting (positif).

Pada saat sinyal voltase di input op-amp kecil, ketidaklinearitasan dioda menciptakan distorsi yang kecil, sebesar 2,5 V p-p di output op-amp.


Pengubah Daya Dengan Metoda Resonansi

Sering kali kita mendengar bahwa dalam sepuluh tahun terakhir telah terjadi apa yang disebut sebagai revolusi dibidang teknologi Elektronika Daya. Kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dibidang tersebut telah menghasilkan metoda penyediaan sumber daya DC dan AC yang tidak hanya menjadi semakin kecil ukurannya, namun juga memiliki kelebihan dalam efisiensi daya, disamping juga tentunya lebih ringan, lebih murah dan lebih terpercaya dalam pengoperasiannya. Seperti juga telah kita ketahui, bahwa alat-alat pengubah daya sangat luas sekali pemakaiannya, mulai dari aplikasi peralatan elektronika, komputer, telekomunikasi, transportasi, kendaraan, militer, sampai pada aplikasi ruang angkasa. Pengubah DC-DC, misalnya, hampir selalu digunakan dalam penyediaan daya untuk menjalankan semua rangkaian-rangkaian elektronika yang menyertai piranti aktif. Namun demikian, kemajuan yang dialami dibidang elektronika daya masih terus menerus diharapkan untuk dapat menjawab tantangan yang datang dari tingkat kompleksitas sistim elektronika modern yang semakin tinggi. Sebagai bagian dari jawaban terhadap tantangan tersebut, dalam tulisan ini, akan dibahas metoda resonansi yang digunakan pada alat pengubah daya dengan penyakelaran untuk menghasilkan sistim pengubahan daya yang jauh lebih efisien dari metoda konvensional.

Secara umum, rangkaian resonansi menyediakan dua keuntungan besar pada alat pengubah daya. Keuntungan pertama berkaitan dengan permasalahan kualitas komponen frekuensi keluaran. Rangkaian resonansi dapat dipakai sebagai sarana penyaring alami dari komponen frekuensi keluaran yang diinginkan. Tambahan lagi, fungsi penyaring tersebut tetap terjaga walaupun frekuensi keluaran yang tidak diinginkan tersebut rendah ataupun sangat dekat dengan frekuensi keluaran yang diinginkan. Keuntungan kedua yang diperoleh adalah berhubungan dengan aksi penyakelaran (switching action). Setiap piranti penyakelar daya, dalam pengoperasian transisinya, akan selalu menghasilkan sejumlah rugi penyakelaran (switching loss) dalam bentuk panas misalnya. Besarnya rugi penyakelaran bergantung pada level kapasitas daya yang dikeluarkan pada saat penyakelaran. Sebagai contoh, piranti penyakelar yang berusaha untuk mengalirkan arus besar pada saat penyambungan (just turned on), setelah sebelumnya menahan atau memblokir tegangan tinggi akan menghasilkan rugi penyakelaran yang juga tinggi. Dengan kata lain, rugi pada saat penyakelaran Ploss = V@turn-off * I@turn-on, menjadi besar karena tegangan V@turn-off tinggi dan arus I@turn-on juga tinggi. Fenomena ini yang dikenal dengan nama Penyakelaran Berdaya Tinggi (High-Power Switching). Rangkaian resonansi inilah yang kemudian digunakan untuk mengatasi fenomena merugikan tersebut. Apabila dirancang dengan benar, maka rangkaian resonansi dapat dimanfaatkan untuk operasi transisi penyakelaran pada saat piranti penyakelar bertegangan rendah atau berarus rendah atau malah kedua-duanya. Maka dari itu, aksi penyakelaran dengan metoda resonansi ini sering disebut dibanyak tulisan sebagai metoda penyakelaran lembut (Soft Switching). Dengan operasi penyakelaran resonansi yang sedemikian rupa, maka rugi penyakelaranpun akan dapat ditekan seminimal mungkin sehingga penyediaan alat pengubah daya yang jsuh lebih efisien dapat terwujud.

Konsep Metoda Resonansi

Seperti telah disebutkan, rugi penyakelaran terjadi pada saat transisi penyakelaran berlangsung karena hadirnya tegangan pada dan arus yang melalui piranti penyakelar. Oleh karena itu jika kita dapat menihilkan tegangan atau pun arus pada saat transisi tersebut maka, rugi penyakelaran pun akan dapat dihilangkan. Pada rangkaian seri LC, kita dapat membuat rangkaiannya ber-resonansi sehingga tegangan dan arus pun secara otomatis atau alami akan menyebrangi nol dengan tanpa bantuan piranti penyakelar. Demikian pula dengan rangkaian paralel LC, dapat dirancang supaya tegangan dan arus dapat menyebrangi nol. Kedua rangkaian ini lah yang menjadi kunci dari metoda resonansi pada sistim pengubahan daya.


Sebagai contoh, pada gambar 1(a) terlihat rangkaian half-bridge dengan dua sumber daya DC, V1 dan V2, yang identik, dengan rangkaian seri LC didalamnya. Beban resistor R dihubungkan secara seri dengan rangkaian seri LC. Pada prakteknya, beban R ini sebenarnya terdapat pada sisi sekunder dari transformer penginsulasi seperti terlihat pada gambar 1(b). Disamping itu untuk memudahkan analisa, rangkaian penyaring tidak diperlihatkan pada gambar 1(b). Ada dua piranti penyakelar, S1 and S2, yang umumnya menggunakan MOSFET. Dalam pengoperasiannya, ketika S1 disambung (turned ON) pertama kalinya pada saat T1, gambar 1(c), tegangan V1 akan jatuh pada rangkaian seri LC dan beban R. Tegangan yang jatuh pada beban seharusnya tidak begitu besar sehingga rangkaian menjadi underdamped dan arus pada rangkaian pun menjadi terosilasi seperti pada gambar 1(c). Arus tersebut akan mengisi kapasitor C , tegangan VC, sampai batas maksimum tegangan positive. Pada saat VC mencapai maksimum, pada titik T2, arus menjadi nol. Karena keberadaan dioda D1, setelah arus menjadi nol, kapasitor dengan segera melepas simpanan energinya sehingga arus pun kembali muncul cuma dengan arah yang berbeda (arah negatif atau ke kanan). Ini terjadi dari titik T2 ke T3. Karena arus melewati dioda D1 dan karena penyakelar S1 dihubungkan secara paralel dengan D1 maka tegangan yang jatuh pada penyakelar S1 pun akan menjadi sangat kecil, yaitu sebesar drop tegangan maju pada dioda D1. Maka dari itu, pada perioda T2 sampai T3 inilah penyakelar S1 dapat di putus (turned off) tanpa rugi penyakelaran yang berarti. Pengoperasian seperti ini yang kemudian disebut sebagai Penyakelaran Tegangan Nol (Zero-Voltage Switching). Pada saat penyakelaran S1 pertama kalinya pada titik T1 kita mendapatkan apa yang disebut sebagai Penyakelaran Arus Nol (Zero-Current Switching), karena arus pada rangkaian bermula dari nol. Demikian pula pada saat penyambungan dioda D1 pada titik T2, terjadi ketika arus melewati nol. Dioda D1 terputus pada T3 ketika arus rangkaian juga nol, kembali menghasilkan fenomena zero-current switching. Setelah titik T3, kapasitor telah selesai menghabiskan semua energinya sehingga arus pada rangkaian pun kembali menjadi nol.

Arus berikutnya dimulai ketika S2 disambung pada T4. Kembali, operasi yang serupa berlangsung seperti pada proses penyambungan dan pemutusan penyakelar S1 sebelum ini. Namun perlu diingat, seperti yang diilustrasikan pada gambar 1(c), arah arus pada rangkaian segera setelah S2 disambungkan akan sama dengan arus yang terjadi pada perioda setelah T2 (ke kanan). Kembali dari T4 ke T5 menunjukan proses pengisian kapasitor C, dan pada titik T5, tegangan kapasitor VC mancapai maksimum sehingga arus menjadi nol. Segera setelah T5, kapasitor mulai melepaskan energinya melalui perantaraan dioda D2 yang memungkinkan arus memutari rangkaian dengan arah yang berlawanan (ke kiri). Satu perioda penyakelaran berakhir sampai pada titik T7, dimana penyakelaran S1 berlangsung kembali dan proses yang serupa kembali berjalan. Perlu diperhatikan bahwa pada metoda resonansi, terdapat dua macam perioda. Pertama adalah perioda penyakelaran (switching period) yang pada gambar 1(c) terjadi dari titik T1 sampai titik T7. Yang kedua adalah perioda resonansi, dan ini terjadi dari titik T1 ke T3 atau dari titik T4 ke titik T6. Selain itu, terdapat selang waktu dimana arus pada rangkaian tetap nol, seperti dari titik T3 ke T4, dan dari titik T6 ke T7. Kekosongan dalam kedua selang waktu tersebut terjadi karena perioda penyakelaran lebih besar dari perioda resonansi. Oleh karena itu, jika perioda penyakelaran dikecilkan atau dengan kata lain frekuensi penyakelaran ditinggikan, maka selang waktu yang kosong tersebut akan semakin pendek. Semakin pendek selang waktu yang kosong, maka semakin besar tegangan ataupun daya keluaran yang dihasilkan. Dengan cara demikian, yaitu dengan pengaturan perioda penyakelaran, maka kita dapat mengatur seberapa banyak tegangan atau daya keluaran yang kita inginkan pada beban.

Selain dengan cara rangkaian seri LC, alternatif lain untuk metoda resonansi adalah dengan cara rangkaian paralel LC seperti yang ditunjukkan pada gambar 3. Pada metoda ini, beban R dihubungkan secara paralel dengan kapasitor C, namun induktor dan kapasitor tetap dalam posisi seri. Pada pengoperasiannya, rangkaian paralel tidak berbeda dengan rangkaian seri. Hanya dalam analisa matematikanya, persamaan diferensial untuk rangkaian tersebut akan mengubah faktor L/R pada persamaan (1) menjadi CR, sedangkan frekuensi resonansi w0 tidak berubah.

Kesimpulan

Pada tulisan ini telah dibahas secara ringkas metoda resonansi pada sistim pengubahan daya dengan penyakelaran. Pengubahan daya dengan metoda resonansi dicapai dengan mengkombinasikan topologi pengubahan daya dengan strategi penyakelaran yang menghasilkan terjadinya transisi penyakelaran pada saat arus melalui dan/atau tegangan pada penyakelar tersebut nol. Dengan demikian, rugi penyakelaran yang merupakan salah satu faktor penghambat utama dalam sistim pengubahan daya dengan metoda penyakelaran dapat ditekan serendah mungkin atau mendekati nol. Selain dari itu, tanpa menggunakan metoda resonansi, piranti penyakelar akan selalu melibatkan tegangan tinggi dan/atau arus tinggi pada saat transisi penyakelarannya, sehingga tidak hanya mengakibatkan rugi penyakelaran yang tinggi, namun juga tekanan penyakelaran (switching stress) berunsurkan dv/dt dan di/dt yang juga tinggi. Oleh karena itu peranan metoda resonansi ini akan terasa peranannya karena dapat menekan unsur dv/dt dan di/dt tersebut sehingga pemakaian piranti penyakelar pun menjadi awet. Tambahan lagi, rugi penyakelaran dan tekanan penyakelaran pada umumnya meningkat secara linier dengan semakin tingginya frekuensi penyakelaran yang digunakan. Ini merupakan salah satu faktor penghambat dalam usaha pemakaian frekuensi tinggi pada sistim pengubahan daya dimana frekuensi tinggi tersebut sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas daya keluaran, efisiensi daya, ukuran serta berat dari piranti pengubah daya. Dengan metoda resonansi ini pula lah maka permasalahan yang berkaitan dengan frekuensi penyakelaran yang tinggi dapat teratasi. Ini dirasakan sangat penting, karena perkembangan piranti penyakelar seperti IGBT, MOSFET, MCT dan lainnya akan terus menuju tidak hanya kepada peningkatan kemampuan dayanya tetapi juga pada batas maksimum kemampuan frekuensi penyakelarannya. Dengan metoda resonansi ini pulalah maka kita dapat dimungkinkan untuk mengoperasikan piranti penyakelar pada kapasitas kemampuan frekuensi penyakelarannya semaksimal mungkin.

7 Respon Pembaca:

Anonymous said...

bisa lrbih jelas nggak Om... tentang teory dasar ini

sawa (tukang sapu radio) said...

Sekar, Tunggu saja Post berikutnya. Saya akan bahas Tutorialnya, Nulai dari pembuatan oscilator hingga Bosternya. Udah langganan Ertikel dari sawasanganam Belum?

admin said...

mas, kalo rangkaian pemancar fm ada gag cos aq maw buat, tapi jangan yang pake RFC ya mas, cos di daerah aq cari RFC udah susahn thanks before

sawa (tukang sapu radio) said...

@me: Saya Sudah berencana untuk Post tentang rangkaian pemencar FM Lengkap. Sayangnya banyak gambar yang farus saya persiapkan online. Soale Konek Internetnya pake DSL GPRS-lagi. jadi... ya.. tunggu aja. Eh mending langganan Update artikel dari sawasanganam.blogspot.com aja.

Anonymous said...

mas buatin tutor tentang radio hf donk...

kisaranku said...

sip mas..
di tunggu postingan spesial ragnkaian pemancar lengkap fm.
pasti ntar byk yg kunjungin kmari

Obat Alami Penyakit Jantung said...

Mantap nih infonya ..

Kembali ke awal Komentar | Kembali ke awal Post

Post a Comment